Di akhir abad ke 19 seorang pejabat bangsa Belanda pernah menuliskan laporan perjalanannya ke salah satu daerah Pasaman yakni Mapat Tunggul. Dengan gaya bahasanya yang khas ala Belanda dia memulai tulisan laporan
tersebut dengan menyuguhkan keadaan alamnya, Pada awalnya daerah
tersebut terdiri dari bebukitan yang terbesar tidak ditumbuhi oleh
apapun selain ilalang, perbukitan lainnya ditumbuhi hutan.
Orang dapat menjumpai pohon-pohon yang berat yang tumbuh pada dasar
kemerah-merahan, akar-akarnya yang lembab menjalar menghunjam dalam ke
jantung bumi, dan memanjat batu-batu kapur serta melekat ke bebatuan
yang entah dari jenis apa ; belantara yang tidak dapat ditembus, siapa
yang hidup disana, jadi tidak ada tangan manusia yang merintangi
pekerjaan alam selama berabad-abad. Lereng-lereng bukit yang
bersemak-belukar, yang menunjukkan bahwa orang -orang disana masih belum
jauh-jauh mencari makanan mereka, begitulah laporan yang ditulis oleh
J.B.Neeumann, setelah ia menjelajahi daerah tersebut.
Mungkin sebagian kita tidak pernah mengira bahwa Pasaman khususnya Rao
pernah jadi tambang emas terbesar di daerah Sumatra Westkus pada zaman
Belanda. Dobbin menceritakan dalam karyanya Kebangkitan Islam dalam
Ekonomi Petani Yang Sedang Berubah, Sumatera Tengah 1784-1847.
Keuntungan yang menumpuk pada tua tambang dilukiskan pada tahun 1838
dalam hubungan dengan penggalian kecil dalam tanah luapan banjir di
dekat Rao di sebelah utara rantau Minangkabau. Ditempat ini keadaan para
pekerjanya jauh lebih baik dari pada pekerja tambang.
Orang-orang yang mencari emas atau pekerja tambang juga dianggap
memiliki kekuatan istimewa. Roh-roh yang mendiami tambang emas harus
diperlakukan dengan hati hati sekali, dan para pencari emas membentuk
suatu perserikatan dan hanya anggota perserikatan yang mengetahui
tanda-tanda rahasia emas dan bisa mengucapkan jampi-jampi yang
diperlukan untuk berhasilnya upaya penambangan.
Bendera Inggris dinaikkan di Natal pada tahun 1751 oleh para pegawai
East India Campany yang berkedudukan di Bengkulen. Dalam usaha untuk
mengalahkan pemukiman Belanda di Padang, perdagangan dinyatakan bebas
sama sekali dan perdagangan di Natal mendapat dukungan resmi dari
Madras. Pada kahir tahun 1750-an perdagangan berkembang seperti belum
pernah terjadi sebelumnya ; orang-orang Inggris bersedia membayar lebih
tinggi untuk emas Rao daripada Belanda di Padang.
Mereka juga menjual tekstilnya dengan harga lebih murah, mereka tidak
cerewet mengenai mutu kamper dan kemenyan yang mereka beli, dan mereka
menyediakan garam, mata dagangan yang sangat penting dilembah-lembah
dipedalaman tanah Batak dengan harga yang lebih murah daripada harga
Batak.
Ujung tombak serangan Minangkabau atas orang-orang Batak adalah Lembah
Rao, yang mengikuti Alahan Panjang menerima asas-asas Paderi. Rao
memiliki tradisi hubungan yang lama dengan dunia Minangkabau lainnya,
dan hasil alamnya membuat sejarah lembah itu berkembang mengikuti alur
yang serupa dengan perkembangan daerah-daerah lain di Minangkabau.
Dengan mengabaikan lembah-lembah tertentu lebih selatan, Rao merupakan
daerah pertambangan emas yang paling penting di Minangkabau sesudah
Alahan Panjang. Perdagangan emas Rao sudah dikenal oleh
pedangan-pedagang India sejak awala abad kedua sesudah Masehi. Dan
kira-kira tahun 800 sesudah masehi orang-orang India mendirikan
pemukiman, baik dilembah maupun di bagian atas sungai Kampar yang
kemudian berkembang menjadi pangkalan hulu sungai yang khas untuk
perdagangan emas dari Rao.
Pada abad ke 18 amas Rao belum habis dan tetap melancarkan jalannya
pergadangan di Selat Malaka, karena perdagangan melalui Patapahan di
Siak. Para pengamat Inggris di selat memperkirakan bahwa yang dieksport
berjumlah besar, pada tahun 1826 Singapore Choronicle menetapkan nilai
emas Rao antara 13.000 dan 14.000 dollar Spanyol per tahun, tetapi ini
pasti berlebihan. Pedagang emas Rao juga berdagang dipantai barat,
dengan membawa emasnya ke Natal, Air Bangis, Pasaman, bahkan sampai
jauh ke selatan ke Padang.
Tidak mengherankan, setelah Imam Bonjol menetapkan kekuasaannya di
Lembah Alahan Panjang, dia memalingkan matanya ke utara kea rah
tetangganya yang kaya. Lembah yang panjang dan sempit disebelah lembah
menampakkan kemakmuran yang cukup besar. Pada tahun 1830-an Lembah Rao
diperkirakan berpenduduk sekitar 25.000 orang, terbagi dalam dua puluh
desa besar dengan dukuhdukuh satelitnya, semua terawat apik dan
dikelilingi oleh sawah-sawah luas. Kopi juga ditanam disitu .
Sistem politiknya serupa dengan daerah pingiran Minangkabau lainnya,
tiap desa dihuni oleh sejumlah suku masing-masing dengan penghulunya,
tetapi berlawanan dengan di pedalaman Minangkabau sebuah desa induk
dengan anak huniannya juga membentuk semacam federasi dibawah seorang
Raja. Dibagian utara lembah, tempat-tempat tambang emas utama di
dekat-dekat Rao dan Padang Mantinggi adalah yang paling padat
penduduknya, dan disini desa-desa mengakui salah satu rajanya sebagai Yang Dipertuan
tersebut dengan menyuguhkan keadaan alamnya, Pada awalnya daerah
tersebut terdiri dari bebukitan yang terbesar tidak ditumbuhi oleh
apapun selain ilalang, perbukitan lainnya ditumbuhi hutan.
Orang dapat menjumpai pohon-pohon yang berat yang tumbuh pada dasar
kemerah-merahan, akar-akarnya yang lembab menjalar menghunjam dalam ke
jantung bumi, dan memanjat batu-batu kapur serta melekat ke bebatuan
yang entah dari jenis apa ; belantara yang tidak dapat ditembus, siapa
yang hidup disana, jadi tidak ada tangan manusia yang merintangi
pekerjaan alam selama berabad-abad. Lereng-lereng bukit yang
bersemak-belukar, yang menunjukkan bahwa orang -orang disana masih belum
jauh-jauh mencari makanan mereka, begitulah laporan yang ditulis oleh
J.B.Neeumann, setelah ia menjelajahi daerah tersebut.
Mungkin sebagian kita tidak pernah mengira bahwa Pasaman khususnya Rao
pernah jadi tambang emas terbesar di daerah Sumatra Westkus pada zaman
Belanda. Dobbin menceritakan dalam karyanya Kebangkitan Islam dalam
Ekonomi Petani Yang Sedang Berubah, Sumatera Tengah 1784-1847.
Keuntungan yang menumpuk pada tua tambang dilukiskan pada tahun 1838
dalam hubungan dengan penggalian kecil dalam tanah luapan banjir di
dekat Rao di sebelah utara rantau Minangkabau. Ditempat ini keadaan para
pekerjanya jauh lebih baik dari pada pekerja tambang.
Orang-orang yang mencari emas atau pekerja tambang juga dianggap
memiliki kekuatan istimewa. Roh-roh yang mendiami tambang emas harus
diperlakukan dengan hati hati sekali, dan para pencari emas membentuk
suatu perserikatan dan hanya anggota perserikatan yang mengetahui
tanda-tanda rahasia emas dan bisa mengucapkan jampi-jampi yang
diperlukan untuk berhasilnya upaya penambangan.
Bendera Inggris dinaikkan di Natal pada tahun 1751 oleh para pegawai
East India Campany yang berkedudukan di Bengkulen. Dalam usaha untuk
mengalahkan pemukiman Belanda di Padang, perdagangan dinyatakan bebas
sama sekali dan perdagangan di Natal mendapat dukungan resmi dari
Madras. Pada kahir tahun 1750-an perdagangan berkembang seperti belum
pernah terjadi sebelumnya ; orang-orang Inggris bersedia membayar lebih
tinggi untuk emas Rao daripada Belanda di Padang.
Mereka juga menjual tekstilnya dengan harga lebih murah, mereka tidak
cerewet mengenai mutu kamper dan kemenyan yang mereka beli, dan mereka
menyediakan garam, mata dagangan yang sangat penting dilembah-lembah
dipedalaman tanah Batak dengan harga yang lebih murah daripada harga
Batak.
Ujung tombak serangan Minangkabau atas orang-orang Batak adalah Lembah
Rao, yang mengikuti Alahan Panjang menerima asas-asas Paderi. Rao
memiliki tradisi hubungan yang lama dengan dunia Minangkabau lainnya,
dan hasil alamnya membuat sejarah lembah itu berkembang mengikuti alur
yang serupa dengan perkembangan daerah-daerah lain di Minangkabau.
Dengan mengabaikan lembah-lembah tertentu lebih selatan, Rao merupakan
daerah pertambangan emas yang paling penting di Minangkabau sesudah
Alahan Panjang. Perdagangan emas Rao sudah dikenal oleh
pedangan-pedagang India sejak awala abad kedua sesudah Masehi. Dan
kira-kira tahun 800 sesudah masehi orang-orang India mendirikan
pemukiman, baik dilembah maupun di bagian atas sungai Kampar yang
kemudian berkembang menjadi pangkalan hulu sungai yang khas untuk
perdagangan emas dari Rao.
Pada abad ke 18 amas Rao belum habis dan tetap melancarkan jalannya
pergadangan di Selat Malaka, karena perdagangan melalui Patapahan di
Siak. Para pengamat Inggris di selat memperkirakan bahwa yang dieksport
berjumlah besar, pada tahun 1826 Singapore Choronicle menetapkan nilai
emas Rao antara 13.000 dan 14.000 dollar Spanyol per tahun, tetapi ini
pasti berlebihan. Pedagang emas Rao juga berdagang dipantai barat,
dengan membawa emasnya ke Natal, Air Bangis, Pasaman, bahkan sampai
jauh ke selatan ke Padang.
Tidak mengherankan, setelah Imam Bonjol menetapkan kekuasaannya di
Lembah Alahan Panjang, dia memalingkan matanya ke utara kea rah
tetangganya yang kaya. Lembah yang panjang dan sempit disebelah lembah
menampakkan kemakmuran yang cukup besar. Pada tahun 1830-an Lembah Rao
diperkirakan berpenduduk sekitar 25.000 orang, terbagi dalam dua puluh
desa besar dengan dukuhdukuh satelitnya, semua terawat apik dan
dikelilingi oleh sawah-sawah luas. Kopi juga ditanam disitu .
Sistem politiknya serupa dengan daerah pingiran Minangkabau lainnya,
tiap desa dihuni oleh sejumlah suku masing-masing dengan penghulunya,
tetapi berlawanan dengan di pedalaman Minangkabau sebuah desa induk
dengan anak huniannya juga membentuk semacam federasi dibawah seorang
Raja. Dibagian utara lembah, tempat-tempat tambang emas utama di
dekat-dekat Rao dan Padang Mantinggi adalah yang paling padat
penduduknya, dan disini desa-desa mengakui salah satu rajanya sebagai Yang Dipertuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar